
Sumber: IStockphoto/@pocketlight.
Di era digital, scrolling di media sosial sudah jadi bagian dari rutinitas sehari-hari. Bangun tidur, yang pertama dicari biasanya ponsel. Saat menunggu, bosan di perjalanan, bahkan sebelum tidur, tangan kita refleks membuka aplikasi Instagram, Twitter, atau TikTok. Awalnya terlihat normal, hanya sekadar hiburan atau cara untuk tetap terhubung dengan dunia. Namun tanpa sadar, ada kebiasaan berbahaya yang mengintai: Doom Scrolling.
Fenomena ini semakin marak sejak pandemi, ketika orang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan terus mencari berita terbaru. Meski niatnya untuk tetap update, perilaku ini justru membuat banyak orang merasa cemas, lelah, dan kehilangan kendali atas waktunya. Mari kita simak yuk eksporior!!!
Apa Itu Doom Scrolling?
Secara sederhana, Doom Scrolling adalah kebiasaan menggulir layar ponsel tanpa henti, terutama saat mencari berita atau konten yang sifatnya negatif. Istilah ini berasal dari kata “doom” yang berarti malapetaka, dan “scrolling” yang merujuk pada aktivitas menggulir layar. Jadi, Doom Scrolling bisa dipahami sebagai kebiasaan “berburu” informasi buruk, meskipun informasi tersebut sering kali hanya menambah rasa takut atau cemas.
Misalnya, saat membaca berita tentang bencana, krisis ekonomi, atau isu politik, kita merasa terdorong untuk mencari tahu lebih banyak. Dari satu artikel, lanjut ke artikel lain. Dari satu unggahan, pindah ke unggahan berikutnya. Ujung-ujungnya, waktu berjam-jam terbuang hanya untuk mengonsumsi konten yang sebenarnya tidak membuat hidup lebih baik.
Dikutip dari Alodokter.com, Membaca berita buruk kerap kali menimbulkan perasaan cemas dan ketakutan. Meski membuat cemas, pelaku doomscrolling tidak berhenti dan justru semakin penasaran serta mencari tahu lebih banyak tentang informasi tersebut.
Kenapa Kita Terjebak Doom Scrolling?
Ada alasan psikologis di balik kecenderungan ini. Otak manusia cenderung lebih cepat menangkap dan mengingat hal-hal negatif dibanding yang positif. Hal ini disebut negativity bias. Artinya, informasi buruk terasa lebih penting, sehingga kita terdorong untuk terus mencarinya, seakan-akan bisa memberi kendali atau rasa aman.
Menurut RRI.co.id, Otak manusia secara alami lebih peka terhadap informasi negatif sebagai mekanisme bertahan hidup. Informasi negatif cenderung menarik perhatian lebih banyak karena secara evolusioner, mengetahui bahaya adalah kunci untuk bertahan hidup.
Selain itu, algoritma media sosial juga punya peran besar. Platform digital dirancang untuk mempertahankan perhatian pengguna selama mungkin. Jika kita sering berinteraksi dengan konten bernuansa negatif, algoritma akan menampilkan lebih banyak hal serupa. Hasilnya, kita makin sulit berhenti karena merasa selalu ada informasi baru yang “penting” untuk diketahui.
Dampak nya bagi Kesehatan Mental
Meski terlihat sepele, Doom Scrolling membawa banyak konsekuensi bagi kehidupan sehari-hari. Beberapa dampaknya antara lain:
- Meningkatkan rasa cemas dan stres
Mengonsumsi terlalu banyak berita buruk membuat pikiran penuh ketakutan. Kita jadi overthinking, mudah panik, bahkan merasa tak berdaya menghadapi keadaan. - Menurunkan kualitas tidur
Banyak orang melakukan Doom Scrolling sebelum tidur. Alhasil, waktu istirahat berkurang, kualitas tidur menurun, dan tubuh terasa lebih lelah keesokan harinya. - Mengganggu konsentrasi
Terbiasa berpindah dari satu konten ke konten lain membuat otak sulit fokus dalam jangka panjang. Dampaknya, produktivitas di sekolah, kampus, atau tempat kerja ikut menurun. - Mempengaruhi suasana hati
Paparan konten negatif secara terus-menerus bisa membuat seseorang lebih mudah marah, sedih, atau pesimis. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memperparah kondisi mental seperti depresi atau anxiety.
Cara Mengurangi nya
Kabar baiknya, Doom Scrolling bisa dikendalikan dengan kesadaran dan kebiasaan baru yang lebih sehat. Berikut beberapa langkah yang bisa dicoba:
- Batasi waktu penggunaan media sosial. Gunakan fitur screen time atau timer untuk memberi batasan berapa lama kamu boleh online setiap harinya.
- Selektif memilih informasi. Jangan ikuti semua akun berita, terutama yang sering menampilkan judul sensasional atau menakut-nakuti. Pilih sumber yang kredibel dan menampilkan perspektif seimbang.
- Buat rutinitas tanpa gadget. Misalnya membaca buku, journaling, olahraga ringan, atau sekadar berjalan di luar rumah. Aktivitas ini bisa jadi “pengalih sehat” dari kebiasaan scrolling.
- Latih mindfulness. Belajar menyadari momen saat tangan mulai otomatis membuka aplikasi. Hentikan sejenak, tarik napas dalam, dan tanyakan pada diri sendiri: “Apakah saya benar-benar butuh informasi ini sekarang?”
- Gunakan waktu tidur dengan disiplin. Jauhkan ponsel dari tempat tidur agar tidak tergoda untuk terus scroll sebelum istirahat.
Yuk, Lawan Kebiasaan Doom Scrolling!
Doom Scrolling bukan sekadar kebiasaan sepele. Jika terus dibiarkan, ia bisa merusak kesehatan mental, mengganggu kualitas tidur, hingga menurunkan fokus dan produktivitas sehari-hari.
Di tengah derasnya arus informasi, penting buat kita lebih bijak memilih apa yang dikonsumsi. Ingat, tidak semua hal di media sosial harus diketahui. Memberi ruang bagi pikiran untuk beristirahat sama pentingnya dengan menjaga tubuh agar tetap sehat.
Dengan mengurangi Doom Scrolling, kamu bisa lebih fokus mengembangkan diri untuk hal-hal positif dan bermanfaat, termasuk mempersiapkan masa depan kariermu.
kini saatnya, kamu bisa mengikuti pelatihan hingga mendapatkan sertifikasi pelatihan-pelatihan bersama bersama GeTI Incubator, bagian dari ExportHub.id (milik PT Usaha Dagang Indonesia).
Butuh informasi lebih lanjut tentang pelatihan dan sertifikasi kompetensi di GeTI Incubator? Klik banner di bawah!