
Budaya populer selalu mengalami dinamika dan perubahan, salah satunya ditandai dengan kemunculan fenomena sound horeg yang kini semakin dikenal di berbagai daerah Indonesia.
Budaya ini bukan sekadar tentang dentuman bass yang menggema atau pesta rakyat yang meriah, melainkan juga mencerminkan bentuk ekspresi komunitas dan semangat kebersamaan masyarakat.
Namun, seiring popularitasnya yang kian meluas, muncul pula berbagai perdebatan mengenai dampak sosial, etika, hingga nilai-nilai keagamaan yang mengiringinya. Apakah sound horeg sekadar hiburan semata? Atau justru menciptakan keresahan yang mengganggu ruang hidup masyarakat?
Melalui artikel ini, kita akan mengulas secara menyeluruh tentang makna, peran, kontroversi, hingga pandangan keagamaan terhadap budaya sound horeg.
Diharapkan, pembahasan ini dapat memberikan sudut pandang yang lebih berimbang dan solutif, serta mendorong kesadaran kolektif untuk menjadikan hiburan sebagai bagian dari budaya yang tetap menghormati nilai sosial dan kemanusiaan.
Yuk Eksporior, mari simak artikel berikut!
Apa Itu Budaya Sound Horeg?
Dikutip dari kumparan.com, kata “horeg” secara harfiah berarti “bergerak” atau “bergetar.” Istilah ini kemudian digunakan untuk menyebut sound system berukuran besar yang menghasilkan suara dengan volume tinggi dan dentuman bass yang sangat kuat. Sound horeg biasanya digunakan dalam acara seperti hajatan, perayaan, hingga pesta rakyat.
Istilah “horeg” sendiri merupakan bahasa gaul yang mengarah pada sesuatu yang heboh, keren, atau ramai. Ciri khas sound horeg terletak pada kekuatan suaranya, terutama pada elemen bass, serta jenis lagu yang diputar, yang cenderung berupa remix atau musik berenergi tinggi.
Budaya ini lahir dari komunitas-komunitas musik lokal di berbagai daerah. Mereka memodifikasi sound system standar menjadi lebih besar dan bertenaga, agar dapat menjangkau lebih banyak penonton dan menciptakan pengalaman hiburan yang berbeda.
Seiring berkembangnya media sosial, budaya ini makin populer. Banyak video sound horeg yang viral, membuat komunitas serupa tumbuh di berbagai wilayah.
Peran Sound Horeg dalam Masyarakat
Sound horeg memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat, terutama di pedesaan dan kota-kota kecil. Bagi banyak orang, sound horeg bukan hanya hiburan, tapi juga menjadi sarana berkumpul dan mempererat tali silaturahmi. Dalam satu acara, warga bisa bernyanyi bersama, menari, bahkan sekadar menyaksikan keramaian sambil melepas penat.
Nilai sosial inilah yang menjadikan budaya ini bertahan dan berkembang. Ia menjadi bagian dari ekspresi budaya lokal dan identitas komunitas. Namun, keberadaan sound horeg juga menimbulkan sejumlah persoalan.
Mengapa Sound Horeg Menimbulkan Kontroversi?
Kontroversi muncul karena tingkat kebisingan sound horeg kerap kali melewati batas wajar, bahkan berlangsung hingga larut malam. Hal ini menimbulkan gangguan bagi warga sekitar, mulai dari anak-anak, orang tua, hingga pasien yang sedang dalam masa pemulihan.
Di satu sisi, sound horeg adalah sarana hiburan yang menyatukan masyarakat. Namun di sisi lain, ia menjadi sumber polusi suara yang bisa menyebabkan stres, konflik sosial, dan menurunnya kualitas hidup warga. Ketidaksesuaian pandangan antar generasi dan kurangnya regulasi yang tegas memperumit situasi ini. Tak heran jika sound horeg kerap kali menjadi topik yang memicu perdebatan.
Pandangan Ulama tentang Sound Horeg Bisa Diharamkan
Baru-baru ini, muncul tren di kalangan penyelenggara acara untuk mencantumkan logo halal dalam promosi sound horeg. Langkah ini bertujuan menghindari anggapan bahwa sound horeg bertentangan dengan prinsip keislaman.
Namun, Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH. Cholil Nafis, menegaskan bahwa karakter sound horeg memang mengganggu. Ia menjelaskan,
“Tetapi karakter sound horeg memang mengganggu. Kalau tidak mengganggu, itu bukan sound horeg lagi, tapi hanya sound system biasa,” tegas Cholil.
Lebih lanjut, Cholil menyampaikan, “Sound horeg hukumnya haram apabila mengganggu orang lain dan menyebabkan kerusakan. Dalam hukum Islam, hal ini termasuk kategori idha menyakiti, yaitu mengganggu atau menyakiti orang lain.”
“Maka, selama suara yang dihasilkan mengganggu, hukumnya haram. Namun, jika hiburan dilakukan dengan cara yang tidak mengganggu, seperti hajatan biasa di rumah, maka hal itu diperbolehkan,” tambahnya.
Pernyataan ini, yang dilansir dari CNNIndonesia.com, menjadi pengingat penting bahwa hiburan tidak boleh mengabaikan hak kenyamanan masyarakat luas.
Bagaimana Sound Horeg Tetap Bisa Diadakan?
Agar budaya sound horeg tetap bisa eksis dan diterima masyarakat luas, perlu diterapkan beberapa prinsip dan etika pelaksanaan berikut ini:
- Atur Jam Operasional
Batasi durasi acara hingga pukul 22.00 agar warga sekitar tetap bisa beristirahat dengan nyaman. - Kendalikan Volume
Gunakan pengaturan volume yang tidak melebihi batas aman, sesuai standar kebisingan dari pemerintah. - Libatkan Komunikasi dengan Warga
Sampaikan jadwal dan durasi acara kepada warga sekitar sejak awal untuk membangun pengertian dan toleransi. - Patuhi Regulasi
Pastikan acara memiliki izin resmi dan mengikuti peraturan daerah mengenai penggunaan sound system. - Pilih Konten Hiburan Positif
Sajikan musik dan hiburan yang sopan, tidak provokatif, dan sesuai norma budaya lokal. - Edukasi Komunitas Sound System
Sosialisasikan pentingnya menjaga kenyamanan lingkungan serta etika dalam menyelenggarakan hiburan. - Gunakan Teknologi yang Lebih Ramah
Arahkan suara ke dalam area acara, bukan ke permukiman. Gunakan teknologi speaker yang lebih efisien dan hemat energi.
Jangan Asal Cantumkan Label Halal
Jangan asal mencantumkan logo halal pada kegiatan yang menggunakan sound horeg. Label tersebut bukan jaminan bahwa kegiatan tidak mengganggu.
Perlu diingat bahwa “halal” dalam konteks sosial tidak hanya berbicara soal simbol semata, tetapi juga menyangkut nilai-nilai moral, etika, dan tanggung jawab terhadap sesama.
Jika suatu kegiatan menimbulkan keresahan, maka secara prinsip, itu bisa bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, meskipun tidak secara langsung menyangkut makanan atau produk konsumsi.
Pencantuman logo halal seharusnya dilakukan dengan pemahaman yang tepat dan sesuai konteks. Jika tujuannya untuk menepis kritik, hal ini justru bisa menjadi bumerang karena dianggap menyederhanakan makna halal itu sendiri.
Maka dari itu, lebih bijak untuk mengedepankan pendekatan yang komunikatif, edukatif, dan solutif dibanding sekadar simbolik.
Sound Horeg Boleh, Asal Bijak! Jangan Salahgunakan Logo Halal
Budaya sound horeg adalah bagian dari ekspresi seni dan hiburan rakyat yang berkembang pesat di berbagai daerah. Namun, untuk bisa diterima dan berkelanjutan, budaya ini harus dijalankan dengan memperhatikan etika sosial, kenyamanan lingkungan, serta regulasi yang berlaku.
Kontroversi yang muncul, terutama terkait kebisingan dan durasi acara, harus dijawab dengan pendekatan yang bijak dan solutif—bukan dengan cara yang menyesatkan publik.
Salah satu contoh yang patut disorot adalah tren mencantumkan logo halal pada acara sound horeg tanpa sertifikasi resmi dan tanpa relevansi yang jelas.
Ini merupakan tindakan keliru karena logo halal seharusnya digunakan secara bertanggung jawab dan sesuai peruntukannya, seperti untuk produk makanan, minuman, obat-obatan, dan barang konsumsi lain yang memang melalui proses audit dan sertifikasi dari lembaga berwenang seperti LPPOM MUI.
Jika pelaku usaha ingin mendapatkan sertifikat halal resmi, bukan hanya sekadar logo, maka harus melalui proses yang transparan, sesuai syariat, dan berbasis verifikasi ilmiah. Sertifikasi halal bukan sekadar simbol, melainkan jaminan kualitas, keamanan, dan kepatuhan terhadap prinsip keislaman.
Yuk, mulai langkah awal bersama Sa’adah Global! Kami siap mendampingi proses sertifikasi halal usahamu dari awal hingga tuntas. Sa’adah Global siap mendampingi. Sa’adah Global merupakan bagian dari ekosistem ExportHub.id (miliki oleh PT Usaha Dagang Indonesia).
Dengan berkolaborasi bersama Sa’adah Global, kamu bisa mendapatkan pendampingan dan pengurusan sertifikasi halal. Untuk informasi lebih lanjut, Eksporior bisa menghubungi admin di sini!